Hadits Arbain Ke 20 - Hadits Tentang Malu
Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin
Hadits Arbain Ke 20 – Hadits Tentang Malu merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 7 Dzulhijjah 1441 H / 28 Juli 2020 M.
Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi
Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.
Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain ke 19 – Jagalah Allah Niscaya Allah Menjagamu
Kajian Hadits Arbain Ke 20 – Hadits Tentang Malu
Pada pertemuan yang lalu telah kita bahas bersama hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi Rahimahullahu Ta’ala yang berisi tentang perintah untuk menjaga aturan-aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita mendapatkan penjagaan dari-Nya. Dan juga segala sesuatu telah ditulis takdirnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan apa yang ditulis tidak akan luput dari kita, sebaliknya apa yang luput dari kita tidak akan mengenai kita. Dan bahwasanya orang seluruh dunia sekalipun kalau berusaha membahayakan kita atau menolong kita, maka mereka tidak bisa melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan akan mengenai kita.
Juga perintah agar kita mendekatkan diri kepada Allah, mengenalkan diri kita disaat kita senang agar kita dikenal oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ditolong oleh-Nya saat kita susah dan terjepit. Juga poin tentang bahwasanya bersama kesabaran ada pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dalam kesempitan ada jalan dan dalam kesulitan ada kemudahan. Ini adalah yang paling penting dari hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu.
Adapun hari ini kita akan berpindah kepada hadits nomor 20 dari rangkaian Arbain Nawawiyah. Dan dengan demikian kita sudah mendekati pertengahan kitab ini. Karena Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala menghimpun dalam kitab yang agung ini 42 hadits.
Lihat juga: Hadits Tentang Malu Sebagian Dari Iman
Hari ini kita masuk ke hadits nomor 20, yaitu hadits:
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ البَدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ.
Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh diantara perkara yang diketahui oleh manusia dari perkataan kenabian terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu” (HR. Bukhari)
‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Mas’ud Al-Badri. Beliau adalah ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri. Beliau adalah orang Anshar, penduduk Madinah, dan juga digelari Al-Badri bukan karena beliau ikut perang Badr, tapi karena beliau berpindah dari Madinah ke kota Badr yang terletak kurang lebih 100 Km di sebelah barat kota Madinah menuju ke arah pantai barat Jazirah Arab.
Beliau adalah salah satu ulama sahabat yang juga pernah menjadi gubernur di kota Kufah dan beliau wafat pada tahun 41 Hijriyah. Ini adalah sirah singkat salah satu ulama sahabat yang meriwayatkan hadits ini, yaitu Abu Mas’ud Al-Badri Radhiyallahu ‘Anhu.
Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu
Dalam hadits ini beliau mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh diantara perkara yang diketahui oleh manusia dari perkataan kenabian terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu`”
Awal hadits ini menjelaskan bahwasanya apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini sudah diketahui oleh orang-orang dari masa ke masa, sudah dipahami oleh orang-orang lintas generasi. Dan ajaran ini merupakan warisan dari Nabi-Nabi terdahulu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena agamanya para Nabi adalah sama; agama samawi/agama langit yang diturunkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka saling menegaskan, mereka saling menguatkan, mungkin berbeda syariat dalam beberapa hal tapi pokok ajaran agamanya sama dan tidak berbeda. Karenanya di sebuah hadits shahih yang lain, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwasanya para Nabi itu:
أَبْنَاءُ عَلَّاتٍ
Perumpamaan mereka seperti anak-anak yang berbeda ibu tapi bapaknya satu. “Bapaknya satu” artinya adalah bahwa intisari ajaran agama mereka sama, pokok-pokok ajaran agama mereka sama. Adapun “beda ibu” artinya bahwa ada perbedaan dalam syariat agama mereka. Barangkali tata cara ibadahnya berbeda, namun kewajiban mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, larangan untuk berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini disepakati oleh semua agama samawi sebelum sebagiannya mengalami perubahan-perubahan. Semua agama ini dahulu mendakwahkan tauhid dan mengajarkan umat manusia untuk meninggalkan syirik dan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ajaran Untuk Memiliki Rasa Malu
Juga diantara ajaran yang diajarkan oleh Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian dikuatkan dan ditegaskan lagi oleh Islam adalah ajaran untuk memiliki rasa malu, seperti yang disebutkan dalam hadits ini. Maka awal hadits ini menjelaskan bahwasannya ajaran untuk memiliki sifat malu, ajaran untuk menumbuhkan rasa malu dalam diri kita, ini adalah ajaran yang sudah diajarkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ajaran ini tidak dihapuskan oleh Islam. Artinya ajaran ini masih relevan, ajaran ini justru malah ditegaskan oleh Islam melalui sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini.
إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
Perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di sini untuk berbuatlah sesukamu. Ini memiliki tiga penafsiran:
Penafsiran hadits yang pertama adalah bahwasanya perintah dalam hadits ini adalah perintah sebagaimana mestinya. Jadi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sallam memerintahkan kita untuk berbuat sesuka jika perbuatan yang kita lakukan itu bukanlah sebuah perbuatan yang kita pantas malu darinya. Jika itu bukan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika itu bukan sesuatu yang menghilangkan wibawa kita dihadapan manusia meskipun barangkali dibolehkan secara agama, maka itu boleh kita lakukan.
Jadi, kalau perbuatan itu bukan berupa maksiat yang dilarang, bukan sesuatu yang membuat wibawa kita jatuh, bukan termasuk خوارم المروءة, maka kita boleh melakukan hal itu. Jangan ragu-ragu, jangan malu, silahkan lakukan. Ini mana hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini menurut penafsiran yang pertama.
Ada redaksi perintah, “Berbuatlah sesuka hatimu” yang artinya adalah perintah sebagaimana mestinya. Perintah dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita agar berbuat sesuka. Tapi kapan? Yaitu ketika yang kita lakukan adalah sesuatu yang kita tidak perlu malu darinya. Dan Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad menjelaskan dalam karya beliau: فتح القوي المتين في شرح الأربعين, beliau menjelaskan bahwasannya makna perintah di sini artinya adalah pemboleha, jika engkau tidak malu maka engkau boleh berbuat sesukamu. Dan ini tidak membuat perintah keluar dari babnya.
Jadi redaksinya perintah dan maknanya juga perintah. Meskipun perintah bisa kadang-kadang berarti wajib, bisa berarti sunnah, bisa berlatih boleh. Tapi ini tidak keluar dari bab perintah.
Penafsiran hadits yang kedua bahwasanya ini perintah tapi maknanya adalah ancaman. Jadi seolah-olah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengancam kita, “Kalau engkau tidak punya rasa malu lagi, maka berbuatlah sesuka hatimu, terserah”. Ini makna hadits yang kedua. Redaksinya perintah tapi artinya adalah ancaman. Dan ini keluar dari bab perintah.
Hal seperti ini juga ada dalam hadits-hadits yang lain. Bahkan juga ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
…اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٤٠﴾
“Berbuatlah sesuka kalian, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Melihat apa yang kalian lakukan.” (QS. Fussilat[41]: 40)
Ini adalah tahdid (ancaman). Jangan sampai kemudian seorang diantara kita memahami bahwa “Ya sudah, kalau begitu saya akan berbuat sesuka hati saya karena Allah perintahkan kita untuk berbuat sesuka hati kita.” Tidak ada orang Arab yang memahami demikian saat mereka mendengar ayat ini. Ini bukan perintah untuk berbuat semau mereka, tapi ini adalah ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan lengkapnya..
Download mp3 Hadits Arbain Ke 20 – Hadits Tentang Malu
Podcast: Play in new window | Download
Lihat juga: Hadits Arbain Ke 1 – Innamal A’malu Binniyat
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48809-hadits-arbain-ke-20-hadits-tentang-malu/